12:59 AM | Author: Akhmad Fais Fauzi

Tidak terasa tahun baru 2012 telah tiba. Malam tahun baru kali ini saya habiskan di Kota Yogyakarta, tempat dimana saya berkuliah. Malam tahun baru kemarin sama seperti malam2 tahun baru sebelumnya. Setiap orang menyiapkan terompet untuk ditiup tepat pada saat pergantian tahun. Tepat pukul 00.00 suara terompet begitu menggema dan bergemuruh, orang-orang pun sorak sorai bergembira. Pagi pun datang, sisa-sisa sampah hasil pesta malam tahun baru sangat berserakan. Dalam hati kecil saya berpikir, alangkah sebuah pemborosan yang besar peristiwa malam tahun baru. Jutaan bahkan hingga ratusan juta rupiah dihabiskan dengan sekejap hanya untuk terompet dan petasan.

Di sisi lain malam tahun 2012 lalu juga terdapat suara menggema dan bergemuruh. Hanya saja bukan terompet yang berbunyi, melainkan bunyi perut masyarakat fakir miskin yang masih hidup dalam kelaparan dan kemiskinan. Ketika peniup terompet dan pemasang petasan tidur karena lelahnya peristiwa malam tahun baru, si fakir beraksi untuk mengais sisa-sisa barang bekas dan makanan yang masih berserakan. Sungguh miris melihat fenomena kontradiktif semacam itu di Indonesia, apalagi ini terjadi di Kota Yogyakarta, yang notabennya sebagai Kota Pelajar, Kota Budaya, dan Kota Humanis. Mungkin di kota lain fenomena semacam ini jauh lebih kentara.

Kejadian diatas menyadarkan saya, ternyata peristiwa tahun baru itu tidaklah penting. Yang penting adalah cara pandang yang baru dalam setiap kejadian di tahun baru ini. Tahun baru yang sesungguhnya dapat dikatakan ketika kita sudah mampu mengubah kebiasaan buruk yang lama, menggantinya dengan cara pikir, sikap, dan tingkah laku baru yang didasari hubungan dengan Sang Pencipta maupun hubungan dengan sesama manusia. Tahun baru juga berarti kita harus mampu mengasah kompetensi diri dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Makna tahun baru berada pada pencarian jati diri yang sesungguhnya tentang makna kehidupan dan arti hidup. Cobalah untuk memulai merubah pandangan mengenai harta, jabatan, maupun tentang pribadi orang lain. Contohnya seperti, ketika kita punya banyak harta alhamdulillah sekali, kita bisa beli barang yang kita butuhkan, namun bukan keinginan semata-mata melainkan memang yang kita butuh. Selain itu banyak harta bisa bantu orang yang membutuhkan. Banyak harta juga harus semakin mensyukuri nikmat Allah karena masih banyak orang lain yang hidup menderita, tetapi diri kita dicukupkan. 
Namun jika punya sedikit harta?Alhamdulillah, tenyata kita bisa belajar arti hidup dalam kesederhanaan. Selain itu juga tahu bahwa hidup dengan sedikit harta memang sulit sehingga mampu ikut merasakan orang lain yang menderita, mendorong kita untuk berbagi dan berjiwa sosial. Alhamdulillah pula, dengan sedikit harta mengharuskan kita untuk mampu memanajemen prioritas kebutuhan, sehingga dapat belajar kehematan. Selain itu menjadi pemantik dan pemotivasi kita untuk bekerja keras dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkan hasil yang baik yang akan berdampak pada peningkatan ekonomi. Sedikit harta bukan alasan untuk tidak bersedekah dengan orang lain, ketika orang kaya bersedekah wajar saja karena dia kelebihan harta. Tapi alangkah lebih hebatnya ketika kita dapat memberi justru dalam keadaan kekurangan. Tak ada harta, senyumpun dapat menjadi sedekah kita yang bernilai pada orang lain. :)
Tahun baru cobalah untuk berpositive thinking dan berpositive doing agar mampu menemukan arti hidup yang baru. Selamat berpositif!
-fais
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments: